Gede on Water

No life without water, menapak jejak air, mengalir sampai jauh.

Minggu, Januari 01, 2012

A I R (2)

A I R (2)
Oleh Gede H. Cahyana


Ditinjau dari pemanfaatannya, sumber-sumber air baku memiliki hirarki. Dalam skala prioritas, mata air menduduki peringkat pertama, kemudian air tanah dalam, dan air permukaan (sungai, danau, waduk, air payau, air laut). Alasan utamanya, jauh lebih mudah dan lebih murah memanfaatkan mata air dibandingkan dengan memompa air tanah dalam, apalagi mengolah air permukaan. Hanya saja, sangat jarang mata air berkapasitas di atas 1.000 l/d (kecuali di mata air Umbulan, Jatim dan mata air Gembrong di Tabanan, Bali). Kebanyakan debitnya di bawah 200 l/d atau bahkan di bawah 100 l/d.

Yang sangat besar debitnya memang ada, contohnya adalah mata air di Subang, di kaki Gunung Tangkubanparahu, tetapi lokasinya di bawah permukiman sehingga perlu biaya pemompaan yang sangat mahal. PDAM Subang termasuk beruntung karena memiliki mata air yang besar kapasitasnya dan sebagiannya dibeli oleh pabrik air minum kemasan. Dari satu pelanggan ini saja sudah lumayan income PDAM Subang. Secara umum, hampir semua mata air berkualitas baik, hanya perlu proses disinfeksi sehingga murah biaya operasi-rawatnya.

Air tanah dalam adalah pilihan kedua. Biaya pemompaannya sangat mahal. Kualitasnya relatif bagus sehingga hanya perlu disinfeksi. Di daerah tertentu biasanya perlu diolah dengan unit aerator untuk mengurangi besi dan mangan. Untuk kapasitas yang kecil, kurang dari 100 l/d, menyedot air tanah dalam memang lebih menguntungkan. Tetapi sangat mahal biaya operasi-rawatnya kalau harus menyuplai pelanggan dengan debit di atas 100 l/d, apalagi 200 l/d ke atas. Apa pasal? Satu saja sebabnya, yaitu PDAM dilarang menjual air mahal-mahal oleh kepala daerah dan DPRD sehingga ongkos produksi air jauh di atas harga jualnya (tarif).

Yang memanfaatkan air tanah dalam tidak hanya PDAM, tetapi masyarakat pun banyak yang menyedotnya, seperti pabrik, kantor, kompleks perumahan, hotel, rumah sakit, asrama, bahkan warga secara pribadi di villa dan bungalow. Akibatnya sudah jelas, terjadi kerusakan lingkungan seperti land subsidence (tanah ambles) dan intrusi air laut, persis seperti yang terjadi di Jakarta dan Semarang.

Pilihan terakhir adalah air permukaan (sungai, danau, waduk, dan yang terakhir adalah air payau, air laut). Sangat jauh beda biaya investasi, biaya operasi-rawatnya. Air permukaan sangat keruh dan berisi banyak polutan. Makin banyak ragam pencemarnya, makin banyak juga jenis teknologi pengolahan yang harus diterapkan sehingga makin mahal juga biayanya. Namun keuntungannya, kapasitas air permukaan sangat besar, apalagi air laut, luar biasa besar.

Simpulannya, WTP (Water Treatment Plant) atau IPAM (Instalasi Pengolahan Air Minum) untuk air permukaan sangat mahal tetapi kapasitasnya bisa sangat besar. Sekadar contoh, IPAM di Jln. Badaksinga atau Jln. Tamansari, Kota Bandung mengolah air dari Sungai Cisangkuy, kira-kira 1.800 l/d, selain ada juga dari Sungai Cikapundung yang kecil debitnya dan beberapa unit IPAM paket. *