Distillasi Sekejap Multitahap
Multistage Flash Evaporator
Dijamin 100%, sampai saat ini belum ada satu PDAM pun yang memiliki unit Distillasi Sekejap Multitahap (DSM). Dari 318 PDAM yang menjadi anggota Perpamsi, mayoritas air bakunya berasal dari mata air, sumur bor, lalu disusul air sungai. Tak ada yang menyedot air payau apalagi air laut sebagai air bakunya lantaran mahal biaya investasi dan operasi-rawatnya. Entahlah pada masa datang ketika air tawar makin sedikit dan pelanggannya terus bertambah, barangkali PDAM, terutama yang di dekat pesisir, terpaksa beralih ke teknologi desalinasi.
Dari sekian banyak teknologi desalinasi seperti elektrodialisis, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis dan lain-lain, teknologi DSM termasuk yang berpotensi diterapkan untuk menghasilkan air minum berbahan baku air laut dengan kapasitas besar. DSM berpeluang diterapkan oleh PDAM yang wilayahnya di tepi pantai, air tanahnya payau akibat intrusi dan sulit memperoleh air baku dari kabupaten tetangganya. Ini pun jika PDAM tak hendak menerapkan teknologi membran dengan segala kelebihan dan kekurangannya, semacam reverse osmosis.
Prinsip Kerja
DSM nyaris sama prinsip kerjanya dengan Distillasi Surya (DS) atau Solar Distillation, yaitu sama-sama membutuhkan kalor untuk evaporasi. Keduanya sama-sama proses penguapan seperti yang biasa terjadi pada pendidihan air untuk minum di rumah tangga Bedanya, kapasitas DS sangat kecil dibandingkan dengan DSM sehingga jika ditujukan untuk suplai penduduk kota, maka DSM-lah solusinya. Sebagai unit penguap, inti prosesnya adalah pendidihan air dan untuk mencapai titik didihnya itu bisa ditempuh dengan dua cara. Yang pertama, air dipanaskan atau diberi kalor sampai tercapai titik didihnya; dan yang kedua, tekanannya dikurangi (flashing).
Konsep kedua, yaitu pengurangan tekanan itulah yang diterapkan pada unit DSM. Mengikuti hukum alam, reduksi tekanan yang diterapkan pada air mendidih menyebabkan temperatur atau titik didihnya turun. Porsi energi yang dilepaskan karena pengurangan tekanan inilah yang memasok kalor untuk menghasilkan uap. Karena garam-garamnya praktis tak bisa menguap, maka uapnya adalah murni uap air sehingga jika diembunkan akan menghasilkan air tawar, murni H2O atau andaipun ada TDS-nya (total dissolved solid) konsentrasinya tak lebih dari 50 mg/l.
Sebagai gambaran, konsep flashing diterapkan pada Single Flash Evaporator (Penguap atau Distillasi Sekejap Setahap), sebuah unit yang paling sederhana. Pada unit ini ruang penguapnya dianggap bertekanan satu atmosfer (1 bar) dan titik didih air 100 oC (212 oF). Air laut dipanaskan sampai temperatur 120 oC (250 oF), tekanan 2 bar, lalu dijebloskan ke ruang penguap bertekanan 1 bar. Karena titik didih pada tekanan 1 bar adalah 100 oC, maka secara mendadak air melepaskan uap sehingga temperaturnya turun. Uapnya ke atas, masuk ke ruang kondensasi (pengembunan) lalu mencair menjadi air tawar. Pengembunan itu justru dibantu oleh air laut umpan sebagai media pendingin (kondesor) yang otomatis hemat energi sebab dapat mereduksi jumlah kalor yang harus dipasok ke pemanas. Demi mengurangi kebutuhan pasokan kalor pada pemanas, air laut umpan yang akan masuk ke ruang pengembun terlebih dulu dihangatkan oleh air asin panas yang ke luar dari kamar penguap.
Efisiensi biasanya dinyatakan dalam volume air tawar produksi per satu satuan kalor yang dipasok pada pemanas. Lantaran medium pemanasnya berupa steam (kukus), lazimlah efisiensinya dinyatakan dalam ton air tawar yang dihasilkan per ton kukus yang dikonsumsi. Karena kalor penguapan air laut kira-kira sama dengan kalor pengembunan kukus, maka pada distillasi satu tahap yang sudah dioptimalkan pun nilai efisiensi maksimalnya tetap saja satu. Ini tentu tidak menggembirakan sebab ongkos produksi kukusnya menjadi porsi terbesar dari harga air tawar yang dihasilkan. Bagaimana solusinya?
Kinerja DSM
Solusinya adalah serial unit atau multistage sehingga disebut Multistage Flash Evaporator. Unit ganda berurutan multitahap ini bisa dideretkan menjadi n tahap dan nilainya berkisar antara 15 – 60. Air laut yang sudah dipanaskan dialirkan melewati kamar-kamar penguap (atau tahap-tahap penguapan sekejap). Setiap kamar beroperasi pada tekanan yang lebih rendah daripada kamar di hulunya sehingga temperatur didih airnya juga lebih rendah. Akibatnya, air asin yang keluar dari tahap akhir akan bertemperatur paling rendah sehingga tak membawa banyak energi yang terbuang sia-sia. Juga tak selamanya air laut yang hangat ini dibuang seluruhnya. Ada sebagian yang dicampurkan lagi ke dalam air laut segar umpan proses sehingga terdaur ulang dan energinya yang tersisa masih bisa dimanfaatkan.
Tekanan dan temperatur operasi terendah pada tahap akhir DSM ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan volume uap (volume per satuan massa uap membesar jika tekanannya makin rendah) dan kelancaran perpindahan kalor di kondensornya. Rentang umum temperaturnya adalah 37 – 40 oC pada tekanan operasi 0,06 – 0,07 bar. Tekanan tahap-tahap yang beroperasi pada kondisi vakum (temperatur operasinya kurang dari 100 oC) dipertahankan dengan isapan penghampa. Temperatur tertinggi yang bisa diterapkan pada air laut yang keluar dari pemanas biasanya dibatasi pada 120 oC (250 oF) untuk mengendalikan kerak (scaling) kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium hidroksida Mg(OH)2 pada pipa.
Secara umum efisiensi DSM membesar jika jumlah unitnya (n) makin banyak. Namun efisiensi atau nisbah kerja unit ke-43 sampai unit ke-60 biasanya tak terlalu jauh bedanya. Yang satu bernisbah 10, yang satunya lagi 11. Bedanya hanya satu dan ini pertanda bahwa unitnya sudah jenuh alias capek. Lebih dari 60 kamar akan terus menurun dan makin tidak efisien. Meskipun begitu, DSM adalah desalinator yang kompetitif. Saat ini diperkirakan 65% air desalinasi di seluruh dunia diperoleh dari DSM. Hanya saja, demi efisiensi, perlu ada perbaikan kinerja, misalnya digabung dengan unit reverse osmosis dan pembangkit listrik tenaga uap, baik berbahan bakar batubara, gas, maupun BBM. Bahan bakar dari sampah pun boleh-boleh saja asalkan memang layak diinsinerasi.
Itu sebabnya, implementasi pembangkit listrik-DSM-RO (tiga unit digabung) atau menjadi empat unit (insinerator-pembangkit-DSM-RO) perlu mempertimbangkan capital recovery costs, fuel costs, dan operation-maintenance costs secara total dengan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) di daerah masing-masing.
Jika demikian, kapan PDAM yang daerah "kekuasaannya" di dekat laut menerapkan DSM?***
Gede H. Cahyana
3 Comments:
Apa DSM ini bisa digabung ama Pembangkit Listrik Tenaga Osmotik?
Please replay di sandrock_forsaken@yahoo.com
Secara teoretis, bisa saja. Masalahnya, biaya investasinya akan sangat mahal.
Trims.
Investasi Tinggi - perawatan tinggi- harga jual juga tinggi. Iya kan..?
Posting Komentar
<< Home